DI UJUNG DOA


By: Heppyyance

 

******

          Sebuah lilin menyala indah di Tengah hutan. Lilin itu adalah satu-satunya Cahaya yang membelah kegelapan hutan yang berpenghuni satu rumah saja. Cahaya lilin itu menjadi satu-satunya harta berharga yang dimiliki oleh penghuni gubuk kecil itu. Tak seram nampaknya saat lilin itu bisa memberikan seribu warna berbeda saat kegelapan menguasai malam. Cukup bagi gubuk kecil itu, sebuah lilin untuk mengisi ruangannya yang tampak sederhana. Di sela-sela dinding bambu Cahaya lilin menjelma mennjadi berkat.

          Di sela kesunyian yang menyelimuti hutan itu, terdengar suara dari dalam gubuk. Suara itu adalah sebuah narasi dari teks yang digenggam oleh tangan tua seorang Wanita paruh baya. Seorang ibu yang sedang membaca Mazmur. Sesekali ia berhenti sembari meneteskan air mata untuk merenungkan bagian Kitab Suci yang dibacanya. Perlahan suaranya mengikuti setiap kata yang tertulis dalam Kitab Suci yang selalu dbacanya, mungkin sudah menjadi pegangan hidupnya. Seperti siraman hujan saat musim kemarau suaranya menyuarakan setiap ayat-ayat indah itu. Ada ribuan kedamaian yang ia bahasakan saat malam itu menyisahkan gelap dan keheningan. Suaranya terdengar seperti lagu pujian para malaikat kepada Sang Penguasa Semesta.

          Riana, janda beranak satu yang merupakan sumber suara di Tengah kegelapan malam itu. Ia dikenal sebagai Wanita yang takut akan Tuhan. Anaknya Bernama Alvin, putra tunggalnya. Ia sudah lama hidup berdua dengan anaknya sejak suaminya meninggal dunia dan meninggalkan mereka dan gubuk tua di Tengah hutan sedirian sebagai warisan yang terakhir. Semenjak itu, Riana selalu mendekatkan diri kepada Tuhan meminta keukuatan untuk setiap peristiwa yang dialaminya. Ia mengimani bahwa Tuhan telah menetapkan jalan yang indah baginya. Melalui setiap cobaan yang dia alami, Tuhan ingin menunjukan bahwa cinta-Nya tak pernah berkesudahan. Ia tidak meninggalkan waktu untuk berdoa; selalu ada waktu untuk membaca kitab Suci sebelum tidur. Baginya Kitab Suci bukan hanya teks, ia adalah kutipan Firman kehidupan yang menguatkan dirinya menghadapi setiap cobaan yang datang.

          Alvin, putranya, sudah lama menolak untuk mengikuti teladan hidup ibunya yang selalu dekat dengan Tuhan. Alvin membenci kehidupannya yang dilanda duka berkepanjangan. Ayahnya dipanggil Tuhan; hidupnya pas-pasan (bahkan sangat menyengsarakan), sementara ibunya masih saja percaya pada Tuhan yang tidak adil terhadap hidup mereka. Alvin selalu membantah jika ibunya mengajak untuk berdoa. Bahkan ia sengaja menjauh Ketika ibunya sedang membaca kitab suci. Baginya membaca Kitab Suci adalah pelafalan kalimat-kalimat tipu yang memenjarkan dalam kegelapan. Tuhan adalah orang yang paling bersalah atas penderiataan yang mereka alami. Alvin tidak pernah menemani sang ibu untuk pergi ke gereja hari Minggu. Padahal Lokasi gereja cukup jauh. Ia memilih untuk bekerja daripada harus berlutut di hadapan patung dan Pastor. Ibunya selalu menyimpan kesedihan melihat sang putra tidak mencintai Tuhan. Tetapi sang ibu lebih mampu bersuara dengan air matanya. Itulah mengapa lilin kecilnya membantu dia untuk segera membaca kitab Suci sambil menangis.

          Keseharian Alvin dan sang ibu dihabiskan untuk mengolah kebun mereka untuk ditanami jagung, padi dan sayur-sayuran. Sembari menunggu padi dan jagung dipanen, mereka menjual sayur-sayuran dari kebun mereka. Sang ibu biasanya bertugas menjual karena Alvin haru mencangkul dan menjaga kebun dari serangan monyet. Hasil kebun digunakan untuk membeli keperluan hidup mereka termasuk lilin sebagai alat penerangan. Maklumlah mereka tinggal jauh dari kampung yang ramai. Mereka berjalan sekitar 2 jam untuk bisa mencapai kampung. Riana harus berangkat pagi dan pulang di siang atau sore hari setelah sayurannya terjual habis. Mereka berharap banyak dari hasil kebun sebagai penghasilan utama.

 

******

          Suatu hari, Alvin duduk di luar gubuk, melepaskan lelahnya setelah seharian bekerja di kebun. Ia mencangkul dari pagi. Mendekati musim tanam, lahan mereka harus segera siap, jika tidak mereka akan terlambat menanam dan risikonya adalah tanaman mereka akan diserang hama. Alvin mendengar suara lembut sang bunda menyuarakan beberapa kalimat yang ia eja dari Kitab Suci. Kalimat-kalimat itu rupanya menyayat hati sang bunda. Riana menangis di Tengah-tengah bacaan yang ia baca. Sambil sesegukkan, ia berdoa kepada Tuhan. Ia meminta agar Tuhan membuka hati sang putra agar segera melihat ke jalan yang benar. Riana memohon dengan sungguh agar Alvin menyadari bahwa Tuhan telah begitu baik kepada mereka. Alvin merasa tersentuh, tetapi hatinya sudah terkanjur keras untuk Kembali. Ia mendengar suara berat sang bunda yang sesekali dibarengi dengan batuk. Terdengar tenggorokannya kering akibat kecapaian, ia harus berjalan jauh setiap harinya. Dibakar terik matahari; menghirup debu jalanan; keringat bercucuran; dan tubuh tuanya yang ditimpah keranjang sayur. Alvin meneteskan air matanya mengingat semuanya itu.

          Alvin segera menjauh dari gubuk. Ia menyepi ke tempat yang terletak kurang lebih seratus meter dari gubuknya. Suara dari sang bunda kini tak terdengar lagi. Suara batuknya kini lenyap ditelan jarak. Alvin merasa lebih nyaman untuk tidak mendengarkan tangisan sang bunda. Dari jauh ia menyaksikan lilin kecil yang bercahaya menembusi celah-celah dinding gubuknya. Kembali lagi semua bayangan pahit menghampiri dirinya; menyiksa kalbunya untuk bertarung dengan kenangan pahit itu. Di Tengah kegelapan malam dan siksaan kenangan, ia mencoba menemukan Kedamaian yang ia rindukan. Meski ia menyadari satu hala yang pasti, ayahnya tak akan pernah Kembali dengan ribuan untaian kalimat dalam doa sang Bunda. Lilin-lilin yang menyala adalah saksi nyata bahwa bundanya hanya berbicara dengan ilusinya sendiri, sementara hidup mereka adalaha Kumpulan drama pahit yang berkepanjangan. Alvin kemudian bangkit lalu berjalan Kembali ke gubuk mereka, ia tahu sang bunda sudah tertidur.

          Pintu gubuk dibukanya dengan pelan, ia menuju kamar sang bunda yang berukuran tak begitu luas. Ia memantau tubuh tua sang bunda dari pintu kamar yang ditutupi oleh kain tua. Ia melihat punggung yang telah sedikit membukuk karena beratnya perjuangan untuk hidup, terkapar di atas tikar. Tubuh tua sang bunda telah mendapati tempat ternyaman untuk melepaskan Lelah setelah seharian bergulat dengan bumi. Alvin mendekat, menutupi tubuh ibunya dengan sarung Panjang di tempat tidurnya. Ia mengecup pipi sang bunda sementara setetes air matanya berbicara melalui rayapan di pipinya. Mulutnya menyentuh kulit keriput Wanita paruh baya itu. Sang bunda terlalu Lelah, ia tak menyadari kehadiran sang putra. Alvin tak mau ibunya terganggu. Ia hendak meninggalkan tempat tidur Riana dengan perlahan. Matanya terhenti saat ia melihat Kitab suci dan sebuah rosario di sebelah tempat tidur ibunya. Kedua benda itu tergeletak di sebelah tempat tidur, terlihat berantakan. Alvin meraih kedua benda Ajaib sang bunda dan menyimpannya di dekat tempat tidur Dimana sang bunda biasa meletakan keduanya. Ia tersenyum menyadari bahwa sang bunda sangat menghormati kedua benda tersebut. Ia lalu menghampiri tempat peraduannya. Menunggu Mentari membangunkannya untuk Kembali bergulat dengan dunianya.

 

*****

          Dua minggu setelah peristiwa itu, Alvin dihadapkan dengan sebuah tantangan besar. Selepas bekerja di kebun selama satu hari penuh, Alvin Kembali ke gubuknya membawa tubuh lelahnya. Ia mencangkul tanah yang luasnya cukup melelahkan. Gubuk menyambutnya dengan sunyi. Sementara hari sedikit gelap, sebelum Alvin menyadari ada hal yang janggal di gubuk kecilnya itu. Biasanya sang bunda selalu menunggu Alvin pulang dari ladang. Kenapa sosok itu seperti ditelan kegelapan? Alvin bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Biasanya lilin kecil sudah menghibur mata mereka dengan sinarnya yang memenuhi ruangan gubuk kedamaian mereka. Kenapa lilin itu seakan lenyap dicuri oleh kesunyian dan hampa? Entahlah! Alvin menyusup ke gubuk kecil itu dan mencoba menemukan sosok yang ia cari, sang bunda.

          Hampir saja jantungnya berhenti berdetak saat ia mendapati tubuh tua sang bunda tergeletak di dekat tempat tidurnya. Pakaiannya basah oleh keringat, tubuhnya dingin, sementara matanya tertutup. Alvin meraih tubuh itu mendekapnya sambil menangis. Ia memastikan apakah si bunda masih bisa memeluknya saat ia membuka matanya, ataukah matanya tak pernah dibuka lagi. Harapannya dijawab oleh semesta. Sang bunda masih bernafas. Ia legah. Matanya terus mengalirkan air tanda harunya. Ia membopong tubuh sang bunda perlahan. Ia membaringkannya di tempat tidur tua mereka. Dalam samar-samar kegelapan ia merasakan tekstur kulit kasar yang dibanting oleh pahitnya perjuangan melawan rasa lapar. Sarung dibentangnya di atas tubuh itu, sambil ia mengecup pipi yang sudah keriput dikikis Terik Mentari.

          Diambilnya lilin kecil di meja dekat tempat tidur sang bunda, lalu ia nyalakan. Cahaya lilin itu bersinar ke seluruh ruangan gubuk tua itu.Kembali lilin itu menghibur sepi dan hampa di gubuk mereka. Alvin bisa melihat wajah sang bunda diselimuti Lelah dan beban. Tak ada kata yang bisa dia ucapkan untuk tubuh tua itu. Sementara air matanya berbicara lebih baik dengan mengucur terus dari kelopaknya. Ia menunggu di samping tempat tidur memantau apakah Wanita tua itu akan segera membuka matanya. Tidak ada tanda-tanda siuman di wajah tua bundanya itu. Ia terbaring di Tengah bias Cahaya lilin yang menjadi saksi malangnya kisah hidup mereka. Sementara sang putra terlihat cemas dan air matanya terus mengalir.

*****

          Setelah bebarapa saat, Alvin menyadari satu hal. Ibunya biasa melakukan satu ritus Ketika Alvin sakit. Ia mencoba meniru yang dilakukan ibunya itu. Alvin tidak terlalu percaya bahwa car aitu akan sukses. Tetapi ia tak punya pilihan lain. Segera saja ia melakukannya.

          Alvin terkejut bukan main saat sang bunda meraih tangannya. Ia siuman, yang kemudian di sambut dengan pelukan oleh Alvin. Dalam remang sinar lilim kecil di gubuk mereka, Alvin memeluk erat tubuh tua itu. Ia mengatakan tak akan pernah merelakan sang bund ajika harus berpisah dengan dia. Melihat keajaiban itu, Alvin menyadari bahwa sang bunda telah menunjukan arti cinta yang sesungguhnya, tak pernah berhenti walaupun tak dihargai.

Sebenarnya apa yang dilakukan Alvin untuk membuat ibunya sadar? Mengapa mukjizat itu terjadi? Ternyata Alvin menggunakan dua benda Ajaib milik ibunya. Rosario dan Kitab Suci di dekat tempat tidurnya. Dua benda sakti andalan si bunda. Alvin mengambil rosario itu lalu mengalungkannya pada leher sang bunda; kemudian ia mengambil Kitab Suci lalu membaca ayat yang sering bundanya baca saat ia sedang sakit. Di sela-sela ia mebaca kitab sucinya, ia berdoa, “Tuhan, kau tahu aku adalah orang yang sering melukai hati bundaku. Kau tahu seberapa kejam aku terhadapnya. Kau tahu seberapa sering aku tak mengindahkan dirinya, termasuk saat ia berdoa. Aku tak pernah menghormatinya saat ia berbicara kepada-Mu. Tetapi tuhan (Alvin menangis), Kau juga tahu bahwa aku menyayanginya. Satu-satunya harta yang kumiliki adalah dia. Aku tidak tahu akan seperti apa hidupku tanpa dirinya. Aku mohon, biarkan lilin itu Kembali meyinari kami berdua. Saat aku dan dia akan duduk Bersama untuk berdoa. Aku akan mencintai-Mu; tetapi biarkan aku memeluk tubuh tuanya, sebab ia adalah seluruh yang kuharapkan.”

 Alvin melafalkan do aitu dengan penuh percaya. Tuhan mengabulkan air matanya. Sang bunda terbangun dengan tubuh yang lemah. Ia mendapati rosario di lehernya, sementara Kitab Suci masih berada di tangan Alvin yang terus menangis. Sebelum sang bunda berbicara, ia telah lebih dahulu menangis terharu melihat apa yang dilakukan sang putra. Dua benda Ajaib miliknya kini berada di tangan putranya. Ia memeluk Alvin, dalam hatinya ia berkata “Terima kasih Tuhan sebab Kau melihat hatiku. Biarkan anakku berjalan dalam terang lilin yang menerangi gubuk ini. Biarkan lilin ini menjadi saksi, bahwa Kau mencintai kami.”

Di ujung doa itu ada keabadian, di mana kebahagiaan berbicara seperti lilin yang membelah kesunyian. Gubuk itu dihiasi senyuman Bahagia. Ada Alvin yang memeluk tubuh sang bunda. Seperti aliran Sungai, demikian kasih bunda melingkari gejolak hidup ini. Di ujung doa, semuanya seperti udara yang terus bergerak menghembuskan nafas bagi semua orang.

SEKIAN

Komentar

Posting Komentar

Hi, Heppy

Postingan populer dari blog ini

Artificial Intellegence VS Pelajar (Menengok Realita dan Membangun Harapan)

A Reflection in the Midst of Confusion and Progress

Sajak Kelam Si Nelayan

KUNJUNGAN MAHASISWA POLITEKNIK ELBAJO COMMODUS PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERHOTELAN KE KSOP KELAS III LABUAN BAJO

Keindahan dan Kebersihan Bertamu di AYANA Komodo Waecicu Beach Berkat Tim Room Attendant Handal

Negeri Nun Jauh

Pembaca di Pojok Ruangan

Menulislah

Hidup adalah Perjuangan